Jumat, 11 Desember 2009

PEMBENARAN OLEH IMAN - PART 7

Perbedaan yang penting antara hakim dunia dan Hakim Surgawi adalah bahwa bila yang didunia kepentingannya hanyalah atas apa yang telah atau tidak diperbuat sitersangka, maka pengadilan surgawi mempunyai kepentingan yang lebih luas, bahkan yang ada didalam dia. Demikianlah, seseorang bisa saja sangat membenci tetangganya yang mati terbunuh dan sesungguhnya iapun ingin membunuhnya, tetapi ia akan dibenarkan disuatu pengadilan, bila ia tidak terbukti melakukan pembunuhan itu. Tetapi tidak demikian adanya dipengadilan surgawi. Bila kebencian dan keinginan membunuh itu ada didalam hatinya terhadap tetangganya itu, walaupun ia tidak membunuhnya, ia tetap berada dibawah penghukuman maut yang kekal. Sementara bila dipengadilan dunia, ia mendapat pembenaran (tidak bersalah) dan tidak dihukum, dipengadilan surga ia orang bersalah dan terhukum.

Perbedaan ini harus diperhatikan benar, sebab adalah sangat berbahaya dan menyesatkan bila menganggap cara pikir Allah dan kita adalah sama. Sama sekali tidak, keduanya sangat berbeda! Allah, yang mengetahui bahwa manusia akan cenderung memahami bahwa cara pikir Allah dan rancanganNya adalah sama dengan cara pikir manusia dan rancangannya, memberi peringatan sbb: "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." Yesaya 55:8, 9. Demikianlah, bila kita memikirkan rancangan dan cara pikir Allah sama seperti cara manusia, maka kita tahu bahwa kita telah melakukan kesalahan.

Yesus Kristus dengan sangat jelas menyampaikan bahwa hukum Allah telah menghukum seorang manusia sebelum ia melakukan perbuatannya. "Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya." Matius 5:27, 28.

Disini, Guru Besar itu menyampaikan kepada kita, bahwa bila kita mengira bahwa orang yang berbuat kejahatan adalah dia yang berada dibawah penghukuman, maka sesungguhnya kita memiliki pandangan yang sempit dan terbatas akan kebesaran hukum Allah yang kudus. Bagi Allah, penghukuman dimulai bukan saat perbuatan itu dilakukan, tetapi keadaan hati itu sendiri. Saat keinginan itu muncul disana, saat itu ia telah berada dibawah penghukuman dan segera membutuhkan Pembenaran Allah, lepas dari akhirnya ia melakukan juga atau tidak perbuatan itu.

Adalah rasul Yohanes yang menuliskan: Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya - 1 Yoh. 3:15. Jadi, rasul itu mengerti tentang penghukuman Allah, yang berlaku sebelum perbuatan itu dilakukan selama keinginan itu telah ada.

Hal itu juga tampak dari pernyataan ini: "Paulus khususnya memahami tuntutan yang dalam dari hukum Allah yang kudus. Ia menunjukkan bagaimana hukum itu menjangkau bagian terdalam dari moralitas manusia dan menyemburatkan secercah sinar terang pada bagian yang paling tersembunyi dari pandangan manusia. Apa yang tangan boleh lakukan, lidah boleh katakan, apa yang kehidupan itu boleh perlihatkan, tidak dapat menunjukkan dengan sempurna moral karakter seseorang. Hukum Allah menyelidiki pemikirannya, motivasinya, dan tujuannya. Nafsu-nafsu yang gelap dan rendah yang tersembunyi dari pandangan manusia, kecemburuan, kebencian, hawa nafsu dan ambisi, keinginan-keinginan jahat yang dirancang didalam jiwa yang gelap, yang tidak pernah sempat dilakukan karena tidak ada kesempatan, semuanya dihakimi oleh hukum Allah." (The Acts of the Apostles, 424)

Tak ada kata-kata yang lebih jelas yang mengungkakan jangkauan penghukuman dari hukum Allah. Ia menghukum manusia, bukan saja atas apa yang telah diperbuatnya, tetapi juga atas keadaan dirinya sendiri. Kecuali bila kebenaran ini sungguh-sungguh dimengerti dan dipegang sebagai suatu keyakinan pribadi, maka pokok yang indah ini tentang Pembenaran oleh Iman tak akan dapat dipahami, demikian juga, berkat-berkatnya tidak akan dapat dinikmati.

Bersambung ke Part Eight

Tidak ada komentar:

Posting Komentar